Mind

Toppoki ‘Zonk’

Bismillaah

Assalamu’alaikum warahamtullah wabarakatuh

Hai, apa kabar? Sudah sering hujan ya di sana? Alhamdulillah Baarakallah.. Di sini pun suhu makin turun, rasanya dingin kulkas pun tak ada bedanya dengan di luar. Baarakallah..

Kalau dingin-dingin gini, enaknya makan yang anget-anget kan? Yap, aku dan suami pun ngide cari jajanan hangat mengisi perut di malam yang dingin. Terpikirlah, toppoki! Jajanan khas daerah sini berisi tteok (dari tepung beras) dengan kuah saus merah pedas, disajikan panas. Wah cocok nih! Hehe

Datanglah kami ke kedai toppoki yang dekat rumah, sebelumnya belum pernah ke sini baru lewat saja. Masuk dan langsung pesan, lalu pelayan menanyakan level kuah pedasnya dan tanpa ragu, suami pun menjawab ‘very spicy‘. Sebelumnya kami belum pernah merasakan pedas yang nendang banget di negeri ini, jadilah beliau pesan yang paling pedas. Tak lama, toppoki pun datang, dan kami segera menyantapnya. Sekali sendok, menimbulkan komentar ‘oh ya, oke‘ pedasnya biasa saja, tapi lama kelamaan kok pedes banget yaaa…

Beneran deh, rasanya seperti sampai keluar asap dari telingaku ini, keringat pun mulai keluar padahal sudah lama tidak berkeringat karena dingin, bibir, wajah, dan lidah kami pun sudah memerah. Sambil tetap melahap toppoki, kami mengamati tulisan Hangeul di dinding dekat tempat pesan. Kami baca perlahan tentang beberapa ‘level pedas’, kami amati lagi nama kedainya dan baru paham ternyata ini semacam kedai makanan/jajanan pedas. Kalau di sana seperti makaroni ng*he, ma*cih, martabak m*rcon, dll.

Oalaaah… Di situ kami sadar telah memesan yang level paling tinggi. Baiqlaah wkwk Alhamdulillah ‘ala kulli hal

Apa pelajaran yang bisa kami dapat?

Tentang pentingnya ilmu sebelum beramal, pentingnya berpikir sebelum bertindak, pentingnya cari tahu sebelum memutuskan. Kalau asal saja melakukan sesuatu bisa jadi kena ‘zonk’ yang sebetulnya bisa kita cegah sebelumnya. Itulah mengapa dalam Islam pun begitu ditekankan tentang ilmu sebelum amal.

Asal mengamalkan sesuatu tanpa tahu syariat sesungguhnya bisa jadi membawa kita pada hal sia-sia. Bisa jadi awalan dari niatnya kurang tepat, eksekusinya meleset, hingga tujuan luaran/output nya tidak sesuai harapan. Pasti masih ingatkan kisah ketika ada 3 orang sahabat yang menemui Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam, orang yang pertama mengatakan akan bangun shalat malam tanpa henti selamanya, kedua berkata akan puasa terus tanpa berbuka, dan yang ketiga berkata tidak akan menikah karena takut mengganggu ibadahnya. Tapi jawaban Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam begitu bijaksana,

“…Demi Allah! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (shahih, HR. Bukhori, Muslim)*

Kalau beramal tanpa ilmu maka akan sayang sekali jika tidak sesuai dengan syariat yang sesungguhnya. Lebih-lebih jika ternyata malah sia-sia dan mendapatkan kerugian. Ya kan? Gimana menurutmu?

Yaap, sekian kisah kali ini, semoga aku, utamanya, dan kita semua bisa mengambil pelajaran dari sisi manapun. Sesungguhnya Allah lah Sang Pemilik Hidayah, semoga kita sama-sama dilembutkan hati sehingga mudah menerima berbagai sinyal hidayah dan teguran dalam kehidupan sementara ini.

Sampai jumpa!
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

* https://almanhaj.or.id/13044-tidak-berlebihan-dalam-ketaatan-2.html